Monday 14 January 2013

Kisah Sahabat Nabi


Abu 'Ali al-Husain bin' Abd Allāh bin Sīnā ', yang dikenal sebagai Abu Ali Sina (Arab : ابوعلی سینا) atau Ibnu Sina (Arab : ابن سینا) atau barat mengenalnya dengan nama Latin Avicenna (Yunani: Aβιτζιανός), (lahir c. 980 dekat Bukhara (kini wilayah Uzbekistan) meninggal 1037 di Hamedan (kini wilayah Iran). Beliau adalah seorang kebangsaan Persia yang ahli matematikawan, dokter, ensiklopedis dan filsuf yang tekenal dizamannya. Beliau juga seorang astronomi, apoteker, ahli geologi, logician, paleontologist, fisika, penyair, psikolog, ilmuwan, tentara, negarawan, dan guru.

Ibnu Sīnā telah menulis hampir 450 karya dengan berbagai disiplin ilmu, namun hanya sekitar 240 yang masih bertahan hingga kini. Secara khusus, dari 150 karyanya yang masih ada berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya berkonsentrasi pada kedokteran. Karyanya paling terkenal adalah Buku Penyembuhan, yang memuat ensiklopedi luas dan filosofis ilmiah (Al Qanun Al Tibb) The Canon of Medicine, yang merupakan standar medis di banyak perguruan tinggi zaman modern. The Canon of Medicine telah digunakan sebagai buku teks di perguruan tinggi dari Montpellier dan Louvain pada akhir 1650.

Kisah BUYA HAMKA


Haji Abdul Malik Karim Amrullah (BUYA HAMKA), adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 14 Muharram 1326H bersamaan 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul. Tuan Kisa-i ( datuk Hamka) pengamal Thariqat Naqsyabandiyah, istiqamah mengikut Mazhab Syafie.

Hamka mendapat didikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Saturday 12 January 2013

AL-HABIB ABUBAKAR BIN HASAN ALATAS AZ-ZABIDI


Al-Habib Zain bin Smith saat berkunjung ke rumah Al-Habib Abubakar mengatakan: “Al-Habib Abubakar punya guru yang usianya lebih dari 150 tahun di Zabid, beliau wafat dalam keadaan indah, matanya masih melihat dengan baik, pendengarannya masih berfungsi dengan baik, kakinya tidak lumpuh“

Al-Habib Abubakar bin Hasan bin Abubakar bin Abdullah Alatas Az-Zabidi Al-Hindi mengatakan: “Majelis yang berkah ditandai dengan kuatnya keinginan jama’ah untuk selalu hadir dan mendapatkan ilmu. Zaman sekarang ini semakin parah permasalahannya butuh ulama yang bukan hanya mampu berkhutbah jum'at/ceramah, namun zaman sekarang butuh ulama yang mampu membuat tenang umat... butuh ulama yang mampu membedakan dan mengamalkan hal yang halal, makruh, syubhat dan haram.“

Haul KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Warung Sila ciganjur dihadiri Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas Az-Zabidi. Dulu ketika almarhum diangkat menjadi presiden RI orang pertama yang beliau telpon adalah Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas Az-Zabidi. Ini menandakan begitu dekatnya hubungan beliau dengan Gus Dur.

Kisah K.H. Zubair Muntashor


 Kasihnya K H Zubair Muntashor tak pernah putus pada santrinya Hubungan batin Kiai Zubair dengan santri-santrinya terus terjalin, kendati si santri telah merantau ke negeri seberang. Terkadang, saking dekatnya, Kiai Zubair sering mendapat firasat tentang keadaan mereka.

Di kala begitu banyak orang menyebut diri seorang pendidik dan pembela hak-hak anak, termasuk hak pendidikan, seorang kiai justru berkarya dalam diam. Ia memberikan kepada santri-santrinya tidak hanya ilmu, waktu, dan tenaga, melainkan juga cinta yang begitu besar.

Di kala begitu banyak orang yang mengaku dirinya pejuang hak-hak anak, mendiskusikan, membicarakan, dan melakukan pelatihan tentang hak anak, sang kiai telah memberikan pemenuhan semua hak tersebut kepada santri-santrinya.